KAJIAN SEMIOTIKA CHARLES SANDERS PEIRCE KARYA PATUNG RAJUDIN BERJUDUL MANYESO DIRI

PENDAHULUAN

Upaya seniman dalam menanggapi suatu fenomena selalu diungkapkan ke dalam karya seni, maka dari itu sebuah karya seni yang lahir merupakan realitas baru yang kompleks, bahkan lebih kompleks dari realitas yang sesungguhnya. Karena sebuah karya seni di dalamnya berusaha menyajikan fenomenafenomena yang ada di lingkungannya,memiliki makna dan arti tertentu untuk dibedah dan dianalisis. Latar belakang kebudayaan sangat mempengaruhi seorang seniman dalam melahirkan karyanya seperti perbedaan ideologi, pengalaman, pola pikir, serta visi
kesenimanan mereka yang menyebabkan sebuah karya seni menjadi berbeda walaupun dihadapkan dengan objek atau permasalahan yang sama. Daya sensitifitas seorang seniman sangat tinggi dalam merespon kondisi yang ada di lingkunganya, hal ini merupakan proses kreatif. Secara umum proses kratif berasal dari dua energi, yaitu energi dari dalam dan energi dari luar. Energi yang datang dari dalam adalah dorongan yang kuat untuk melahirkan karya seni berdasarkan pengetahuan,paling ian, penguasaan teknik, alat dan konsep serta pengalaman estetik yang dimilikinya. Sedangkan energi dari
luar merupakan daya sensitifitas pencipta dalam merespon realitas yang diamatinya. Menurut Jakob Sumarjo bahwa, kehadiran sebuah karya seni merupakan representasi terhadap dunia luar diri seniman bersentuhan langsung dengan kenyataan yang obyektif atau kenyataan dalam dirinya,sehingga menimbulkan respon atau tanggapan, maka lahirlah karya seni. Kehidupan intelektual dan sosial manusia didasarkan pada penghasilan, penggunaan, dan pertukaran tanda, misalnya saat kita membuat isyarat, berbicara, menulis, membaca, menonton acara televisi, mendengarkan musik, melihat sebuah lukisan, kita tengah melakukan penggunaan dan penafsiran tanda. Penafsiran tanda dalam sebuah karya seni memungkinkan kita sebagai apresiator dapat dengan mudah untuk memahami makna yang ingin disampaikan oleh sisenimannya melalui analisis semiotika yang digunakan nantinya. Tanda-tanda yang digunakan dalam sebuah karya seni khususnya seni patung lebih mengarah kepengalaman pribadi siseniman yang merupakan representasi dari olah rasa dan pikiran seniman dalam mengamati objek-objek yang ada di sekitar
 mereka, namun ada juga tanda yang hadir dengan sengaja (dipinjam) sebagai bahasa ungkap (metafora) dan bersifat ekspresif. Oleh sebab itu Cassirer berpendapat bahwa karya seni tidak semata-mata representatif, tidak juga semata-mata ekspresif, karyakarya itu bersifat simbolis dengan makna baru yang lebih mendalam. Langkah merupakan sesuatu yang amat penting bagi manusia untuk mengarungi kehidupan, hal ini yang menjadi pedoman siseniman dalam
melahirkan karyanya. Langkah merupakan salah satu dari suratan takdir, disamping jodoh, rezeki dan maut. Langkah yang baik
akan menentukan keberhasilan kita di masa yang akan datang, begitu juga sebaliknya langkah yang buruk akan menentukan kegagalan dan kekecewaan di masa yang akan datang. Karya patung ini di dalamnya dapat di lihat dengan jelas bagaimana kemampuan dari Rajudin menyusun garis, bentuk, warna, ruang dan tekstur sesuai dengan asas-asas penyusunan. Selain itu Rajudin menerapkan sistem tanda yang baru di dalam karyanya. Sistem tanda tersebut sangat berkaitan erat dengan lingkungan alam Minangkabau, sehingga banyak
 memunculkan argumen-argumen dalam menginterpretasikannya. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk menganalisis karya Rajudin yang berjudul “Manyeso Diri”. Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana membedah dan menganalisis tanda pada karya patung Rajudin yang berjudul “Manyeso Diri” yang berkaitan erat dengan falsafah Minangkabau. Upaya
 untuk memecahkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penulis menggunakan metode analisis interpretasi. Metode ini digunakan agar bisa menelusuri makna yang tersirat dibalik karya patung Rajudin tersebut. Menganalisis merupakan kata kerja yang berasal dari kata analiyze/analyse, artinya membedah dan mengamati sesuatu secara kritis dan seksama dengan cara membedah bagian-bagiannya terlebih dahulu dan menyoroti detil-detil dari setiap bagian tersebut. Tulisan ini proses pengumpulan datanya dilakukan melalui observasi dan wawancara langsung dengan sisenimannya untuk mengetahui gambaran mengenai konsep penciptaan karya seni tersebut, sehingga proses interpretasi terhadap karya memiliki tingkat validitas yang tinggi. Tujuan dari analisis karya ini untuk memberikan pemahaman yang lebih kepada insan akademis akan pentingnya peran disiplin ilmu semiotika dalam bidang seni, dan
mengetahui bagaimana sistem tanda
bekerja sesuai dengan kapasitas dan
latar belakang kebudayaan yang beraneka ragam. Pendekatan teori untuk menganalisis sistem tanda yang ada pada karya patung Rajudin, penulis menggunakan teori Charles Sanders Peirce. Menurut penulis, teori semiotika Charles Sanders Peirce sangat relevan untuk membedah karya patung Rajudin. Pendekatan teori yang digunakan untuk membedah karya patung Rajudin agar bisa mengetahui tanda-tanda yang digunakannya, maka penulis menggunakan pendekatan teori semiotika menurut Peirce dengan batasan yakni Representamen (qualisign, sinsign dan legisign).Pembatasan ini dilakukan untuk
 menghindari kesalahpahaman dalam
 membaca tulisan ini nantinya. 

PEMBAHASAN

Charles Sanders Peirce seorang
ahli filsuf dari Amerika (1839-1914)
mengutarakan bahwa kehidupan
manusia dicirikan oleh pencampuran
tanda dan cara penggunaannya dalam
aktivitas yang bersifat representatif. Penjelasan tersebut mengidentifikasikan tandatanda yang diciptakan oleh manusia
yang merupakan representasi dari latar
kebudayaan mereka. Oleh sebab itu di
suatu daerah atau kawasan tertentu
mempunyai tanda-tanda yang berbeda
sesuai dengan latar belakang kebudayaan mereka masing-masing.Misalnya seekor tikus bagi masyarakat Indonesia merepresentasikan para oknum yang melakukan tindakan korupsi. Hal ini belum tentu sama penjelasannya dengan negara lain karena sebuah tanda yang diciptakan
membentuk pandangan yang akan dimiliki orang terhadap dunia sesuai dengan kebudayaan mereka masingmasing. Menurut Peirce tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berfungsi sebagai wakil dari sesuatu yang lain dalam hal atau kapasitas tertentu. Pandangan
Peirce tersebut menjelaskan bagaimana sebuah tanda dapat mewakili sesuatu yang lain, dengan demikian sebuah tanda
merepresentasikan sesuatu yang mewakilinya. Representasi dari sesuatu yang diwakili tersebut dinamakan representamen (X). Karena tanda merupakan representasi dari sesuatu, tentu ada sesuatu yang direpresentasikannya, misalnya representasi dari, benda, figur, dan lain
sebagainya yang disebut dengan object
(Y). Sesuatu itu bisa menjadi sebuah
tanda yang dapat dimaknai orang lain
atau makna yang ada dalam benak
seseorang tentang objek yang dirujuk
sebuah tanda, hal itu merupakan
Interpretan(X =Y). Tiga unsur yang
menghadirkan semiotika signifikasi
yang melibatkan tiga unsur pokok
yakni Representamen (X), Object (Y),
Interpretan (X=Y). Pemahaman di atas
senada dengan yang diungkapkan oleh
Peirce dalam Marcel Danesi :
“.......tanda sebagai Representamen dan konsep, benda, gagasan, dan seterusnya, yang diacunya sebagai Objek. Makna (impresi,kogitasi, perasaan, dan seterusnya) yang kita peroleh dari sebuah tanda oleh Peirce diberi istilah Interpretan. 

Antara karya seni dan tanda

Tanda adalah segala sesuatu seperti
warna, isyarat, kedipan mata, objek,
rumus matematika, dan lain-lain yang
mempresentasikan selain dirinya. Asumsi
tersebut dapat diartikan bahwa sebuah
tanda tidak bisa mewakili atau mempresentasikan dirinya sendiri, sesuatu itu bisa menjadi sebuah tanda sejauh sesuatu itu tidak mewakili atau mempresentasikan dirinya sendiri.
Secara representatif, Rajudin meminjam bentuk sepatu yang memiliki fungsi bagi kehidupan manusia. Selain sebagai pelindung kaki, sepatu juga berfungsi dalam kehidupan keseharian untuk digunakan sebagai alat bantu berjalan yang lebih nyaman. Sebagai wujud penekanan ekpresi si seniman dalam karyanya, suatu objek sebagai karya seni telah memiliki suatu pengembangan secara bentuk. Sepatu sebagai objek telah
mengalami transformasi, sehingga
bentuk sepatu digabung dengan unsurunsur kebudayaan di Minangkabau
seperti gonjong dan tanduk kerbau.
Tanduk kerbau tersebut dalam visual
karya dari Rajudin diletakkan di bagian tumit, sedangkan gonjong ditempatkan di bagian atas dari bentuk sepatu. Sepatu yang digunakan pada karya ini adalah sepatu high heels. Sepatu high heels merupakan objek yang memiliki tumit yang tinggi. Sepatu pada karya ini terdapat gonjong rumah gadang dan tanduk kerbau. Bila sepatu pada umumnya memilikipasangan sebelah kiri dan kanan, maka pada karya yang dihasilkan oleh Rajudin berupa sepatu high heels
sebelah kiri dan tanduk kerbau yang
terletak dibagian bawah tumit dari sepatu tersebut. Warna yang digunakan warna me
rah pekat padabagian yang menyerupai lilin yang telah mencair dan memiliki warna kuning kusam, hijau kehitaman, biru
kehitaman dan hitam. Warna yang digunakan dalam karya Rajuddin memiliki interpretasi berupa makna atau pesan yang hendak disampaikan melalui representamen.





SecaraQualisign,tanda pada karya di atas terdiri dari bentuk sepatu high heels.
Sepatu ini memiliki tumit yang tinggi dan tidak menutupi seluruh bagian kaki, dengan bagian punggung kaki lebih terbuka dan terdapat tanduk kerbau pada bagian bawah. Warna kuning kusam terletak pada bagian gonjong rumah gadang serta warna biru kehitaman terletak pada bagian dalam gonjong rumah gadang.Warna hitam pekat dan hijau kehitaman terletak pada bagian paling bawah, sedangkan warna merah pekat menyerupai lilin yang mencair
terdapat pada bagian atas dari warna hitam. Bentuk sepatu yang telah mengalami transformasi dan distorsi bentuk pada karya di atas bila direlasikan dengan pengalaman secara empiris merupakan representamen dari bentuk sepatu high heels yang umum dipakai oleh wanita. Hal ini didukung dengan bentuk sepatu high heels yang tidak menutupi keseluruhan kaki atau bagian punggung kaki terbuka dan memiliki tumit yang
tinggi. Bentuk sepatu high heels yang
telah dijelaskan secara Qualisign pada
bagian di atas mempunyai kualitas berdasarkan pengalaman secara empiris tentang sepatu sebelah kiri yang menginterpretasikan kebanyakan dari wanita Minangkabau sudah melanggar aturan dan norma yang berlaku akibat pengaruh dari globalisasi. Tanduk kerbau pada bagian bawahnya merupakan landasan untuk berpijak. Begitu juga warna yang digunakan yakni warna kuning
kekusaman pada bagian gonjong
rumah gadang menjelaskan sebuah
keagungan dan kemulian. Warna biru
merupakan kategori warna dingin,
secara empiris warna biru kehitaman
yang dihadirkan merepresentasikan
kesendirian dan kesepian. Warna hitam pekat terletak pada bagian bawah dari sepatu high heels mengidentifikasikan suatu kegelapan dan warna hijau yang merupakan warna kehidupan, hal ini memaknai sebuah perjalanan hidup yang tidak mempunyai titik terang atau arah
tujuan. Warna merah yang menyerupai
lelehan lilin menandai sebuah ancaman, bahaya, dan sebuah peringatan.

Interpretasi Tanda dalam Karya Seni

Secara keseluruhan ketika mengamati karya patung Rajudin dan korelasi antara qualisign, sinsign, dan legisign di atas, maka makna yang muncul adalah sebuah kesalahan yang dilakukan oleh wanita Minangkabau akibat pengaruh globalisasi yang membuat sikap dan tingkahlakunya
tidak sesuai dengan aturan, norma dan
adat-istiadat yang berlaku diMinangKabau. Dalam sebuah sistem kebudayaan Minangkabau gonjong dan tanduk kerbau merupakan sesuatu yang sakral dan diagungkan, oleh sebab itu posisinya tidak mungkin di taruh pada bagian yang paling bawah seperti alas kaki atau sepatu. Berbicara sebuah karya seni, hal itu menjadi kewajaran karena di dalam karya seni memiliki suatu makna yang ingin
disampaikan oleh seniman melalui karyanya. Bertolak pada karya di atas
terlihat bagaimana seorang Rajuddin
ingin menyampaikan pesan berupa
pengarahan agar setiap wanita di Minangkabau lebih berhati-hati dalam
bertingkah laku serta menjaga sikap dan perbuatannya agar menjadi panutan bagi anak dan kemenakan nantinya. Sesuai dengan judul yang diberikan oleh si seniman yakni “Manyeso Diri” dengan memilih bentuk sepatu bagian kiri , hal ini
menggambarkan sebuah perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh pengaruh globalisasi memberikan dampak bagi kaum perempuan di Minangkabau yang tidak sesuai dengan norma adat-istiadat yang ada, sehingga harga diri dan martabatnya dianggap rendah bagi kaum laki-laki. 

PENUTUP

Pembacaan tanda-tanda yang dilakukan pada karya Rajudin di atas dapat diambil kesimpulan yakni sepatu high hells bagian sebelah kiri dapat dikatakan sebuah tanda berupa representamen yang terdiri dari
qualisign, sinsign, dan legisign yang ditawarkan oleh Peirce. Secara qualisign dari karya di atas terdiri dari sepatu high hells, tanduk kerbau, gonjong dan warna
yang digunakan yakni warna hitam pekat, kuning kehitaman, biru kehitaman, merah pekat dan warna hijau kehitaman. Penjelasan tersebut memiliki makna dan pesan yang hendak disampaikan melalui
representamen. Penyusunan dari
unsur-unsur seni rupa pada karya
diatas apabila dikaitkan dengan pengalaman pribadi memunculkan
suasana kesendirian, kesepian, dan
kegelapan. Perasaan berupa makna
dari suasana yang muncul ketika mengamati karya patung di atas dapat
dikatakan sinsign. 

Unsur-unsur seni rupa pada karya di atas dapat dikatakan legisign apabila unsur-unsur tersebut dalam pemaknaanya dapat dikaitkan dengan aturan-aturan, hukum, struktur sosial dan konvensi. Unsur-unsur tersebut terdiri dari bentuk sepatu high hells pada bagian sebelah kiri yang umum
dipakai oleh kaum wanita, hal ini memaknai wanita Minangkabau dalam kesehariannya tidak lagi berjalan kearah yang benar dengan kata lain telah lari dari aturan dan norma-norma yang ada di Minangkabau. Tanduk kerbau yang terdapat pada bagian tumit merupakan landasan berpijak yang sesuai dengan aturan dan norma yang ada di Minangkabau. 

Gonjong yang berwarna kuning kehitaman menandai keagungan dan kemuliaan yang telah memudar akibatnya wanita Minangkabau tidak dihiraukan oleh kaum laki-laki dan merasa kesendirian, kesepian dan kedinginan yang ditandai dengan warna biru kehitaman pada bagian dalam gonjong rumah gadang. 

Warna merah yang menyerupai lilin menandai sebuah ancaman, bahaya, dan sebuah peringatan agar tidak hanya memberikan kesenangan pada kaum laki-laki tetapi dirinya tersiksa. Penandaan dari warna merah tersebut dapat diartikan berupa pesan agar wanita Minangkabau
harus berhati-hati dalam kesehariannya
karena banyak bahaya yang ada disekitar mereka baik dalam bertingkahlaku, berpakaian maupun dalam menjaga sikap agar tetap disebut sebagai wanita sejati yang mempunyai kedudukan tinggi.

DAFTAR PUSTAKA 

Danesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda,
dan Makna: Buku Teks Dasar
Mengenai Semiotika dan Teori
Komunikasi.Yogyakarta:Jalasutra.

Eco, Umberto. 2000. Teori Semiotika,
Signifikasi Komunikasi, Teori Kode, Serta Teori Produksi Tanda. terjemahan
InyiakRidwan Muzir. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Marianto, M. Dwi. 2011. Menempa
Quanta Mengurai Seni.Yogyakarta:
BP ISI Yogyakarta.

Nizar, Haryati. 2004 Bundo Kanduang
dalam Kajian Islam dan Budaya. Padang: Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau Sumatera Barat.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Objek Kajian Semiotika "Lukisan Karya Reza Sastra Wijaya"

Analisis penggunaan Bahasa pada konten Reza Arap

semiotika kehidupan saya sehari hari